Suatu saat aku membiarkan kekasihku pergi. Ia meninggalkanku dengan begitu cepat tanpa menyisakan satupun ucapan. Tak sempat kukecup keningnya karena dia langsung ambil langkah seribu. Tak terlontar kata cinta karena mulut ini terasa rapat terkunci. Bahkan pesan selamat tinggalpun tak sempat terlontar karena ia begitu cepat pergi, berlari melawan angin yang bertiup ke arahku.
Sesekali kulihat dia seakan menoleh ke belakang, tapi aku yakin dia terlalu penakut untuk melakukannya. Dan benar, sampai bayang tubuhnya menghilangpun dia tidak berani menoleh, padahal aku selalu menatapnya. Dia benar-benar pergi.
“Bodoh! kenapa kau membiarkan dia pergi begitu saja?” tiba-tiba saja pohon beringin itu membentakku yang karuan membuat bulu kudukku berdiri. Aku mundur beberapa langkah.
Dalam ketakutan aku coba untuk menjawab, “Bukan aku yang meminta, dia yang meminta pergi.”
“Tapi kau tetap saja bodoh, kenapa kau tidak mempertahankannya?”
“Untuk apa?,” ketakutanku berangsur hilang
“Untuk apa?! Bodoh! karena dia kekasihmu”
“Aku tahu itu tapi kalau dia ingin pergi apa aku harus melarangnya?” keberanianku mulai muncul dan balik kulontarkan pertanyaan padanya.”
“Bodoh sekali kau!”
“Aku bukan orang bodoh!”
“Kau menyia-nyiakan sebuah permata indah yang kau dapat dengan bersusah payah” kali ini pohon tersebut mencondongkan tubuhnya ke arahku yang membuatkan mundur lagi kebelakang. Aku terhenti saat tubuhku tersandar pada sebuah batu, pohon itupun ikut berhenti, “seharusnya kau berusaha mempertahankannya.”
“Aku ingin tetapi kau tidak tahu masalahnya”
“Hemmm,” kali ini pohon tersebut kembali menegakkan tubuhnya yang membuatku dapat kembali bernafas lega.
Ia diam sesaat dan membiarkan angin sepoi menerpa tubuhnya, “apa masalahnya?”
“Karena dia tidak lagi indah seperti yang dulu.”
“Maksudmu?”
“Ada permata lain yang lebih indah yang akan aku miliki, oleh karena itu aku melepas dirinya.”
“Anjing kau!” kali ini pohon tersebut benar-benar marah, ia seakan hendak keluar dari tanah, berjalan kearahku lalu melumatku. Tubuhnya bergoyang-goyang sehingga membuat tanah disekitarku bergetar dan dahann serta daunnyaya jatuh menimpaku.
Aku segera mundur tapi langsung terjatuh, “dengarkan dulu alasanku…”
“Alasan apa? Apakah orang bodoh punya alasan yang lebih bijak?!”
“Aku tidak mau cintaku menyakitinya!!”
“Maksudmu?” seketika pohon tersebut berhenti bergoyang.
“Dahulu ia memang bagai permata yang sangat indah tetapi semuanya itu berlalu setelah kami bersama. Apa yang dulu kuanggap parit melintang ternyata jurang yang terbentang. Apa yang dulu kuanggap bukit yang bisa kudaki ternyata gunung yang semakin meninggi. Padaku permata itu tidak semakin indah tetapi semakin memburuk.
“Kenapa kamu tidak membuatnya menjadi lebih baik?”
“Aku selalu berusaha tetapi halangannya sangatlah rumit untuk aku lalui. Jika aku paksakan cinta ini maka jiwanya akan semakin sengsara, jiwaku juga semakin remuk.
Pohon itu diam, benar-benar diam, entah matanya terpejam atau tidak, aku tidak tahu. Yang jelas kesempatan ini aku manfaatkan untuk mundur dari hadapannya secara perlahan sambil tetap berbicara, agar ia mengira aku masih disisinya, “Bagiku jalan terbaik ialah berpisah, aku ingin dia bahagia dan kembali menjadi permata indah. Aku masih tetap mencintainya tetapi bukan untuk bersama, biarkan aku dengan permata baruku karena aku yakin dialah yang paling tepat menemaniku, sekalipun tanpa cinta.”
Pohon itu tidak bereaksi, aku pikir dia mengerti yang kuucapkan; atau mungkin dia tertidur; atau tadi hanya mengigau saja? Ah, entahlah! Kubalikan badanku sambil terus mengoceh kali ini kepada angin yang bertiup sepoi dengan suara yang lebih pelan, “Aku sengaja membuat masalah agar dia tidak tahan lalu meminta putus. Setelah itu aku dapat bebas memiliki permata baru; yang telah lama aku cintai; yang kini rumahnya sedang aku tuju.”
nice posting and good luck
wahh..
keren…:)
mantav..