Catatan: Ini adalah versi asli sebelum diterbitkan di Majalah GetFresh edisi Juni 2008
Malam belumlah larut namun suasana di Rumah Retreat Bukit Hermon – Tawangmangu yang hari ini dipakai untuk acara retreat mahasiswa Kristen dari FISIP UNS Solo terlihat sangat sepi. Hal ini dapat dimaklumi sebab acara yang telah berlangsung selama 2 hari ini memang menguras banyak tenaga. Akibatnya semua peserta malam ini lebih memilih tidur mengistirahatkan badan daripada bergadang.
Tapi benarkah semua telah tertidur? Eit tunggu dulu… Ada tiga mahluk hidup yang berlarian menuju kamar paviliun. Apa saja yang menghalangi, mereka terjang, kalau halangannya terlalu berat untuk diterjang ya dilompati, kalau gak bisa diterjang atau dilompati ya nyari jalan lain… yang penting lari… lari… lari… Kelihatan sekali mereka sedang dikejar alias melarikan diri dari sesuatu. Tapi apa ya?
“Gawat, gawat… wah bener-bener gawat, Met!”
Meity yang sedang duduk di depan kamar paviliun heran melihat Burwan, Irvan, dan Arief lari pontang-panting ketakutan, “Ada apa sih?”
“Ada di sana, Met…” jawab Arief sekenanya, “hegh… hegh… hegh…”
“Ada di sana apa?”
“Ada hegh… hegh… hegh… ada hegh… hegh… hegh…”
“Ada hegh… hegh… hegh… apaan?,”
“Ada hantu, Met,”
“Ala, boong!”
“Bentar, Met nanti kami ceritakan tapi sebelumnya biar kami bernafas dulu, OK?” pinta Burwan yang langsung ditanggapi dengan anggukan dan senyuman oleh Meity.
Tanpa babibu ketiga anak tersebut langsung sibuk mengatur nafasnya masing-masing hegh… hegh… hegh… meong (lho)
“Begini ceritanya,” Irvan mulai bercerita setelah merasa irama nafasnya sudah mulai teratur, “tadi kami jalan-jalan ke depan terus melihat Sigit sedang duduk sendirian di depan. Ya kita samperin aja lalu kita ngobrol ngalor-ngidul, utara-selatan tanpa juntrungan
“Nah pas asyik-asyiknya ngobrol, Sigit bilang eh kalo wajahku kayak gini cakep gak?
“Aku liat wajahnya, tiba-tiba sudah berubah jadi tengkorak…”
Burwan ikut nimpali, “kupikir ah paling cuma topeng tapi waktu kulihat kok jalannya gak menyentuh tanah, ya udah kami sepakat untuk lari…”
“Eh, jangan-jangan dia ngejar kalian.”
“Hush, jangan bilang gitu donk,” protes Arief sambil mengarahkan pandangannya ke lorong menuju arah depan.
“Tadi kalian bilang hantu itu memakai wujud Sigit, ya?” Meity coba kembali menegaskan cerita teman-temannya yang hanya mereka jawab dengan anggukan.
“Wah terjadi lagi, deh” ujar Meity singkat tanpa menunjukkan wajah kaget, takut atau cemas.
Tapi justru ekspresi wajah Meity itulah yang mengundang tanda tanya besar bagi teman-temannya. Ada apa dibalik semuanya ini. Mengapa Meity berkata ‘wah terjadi lagi’ Apakah peristiwa ini sudah terjadi sebelumnya?
“Emangnya ada apa?” tanya Arief mewakili rasa penasaran teman-temannya, “dulu udah pernah kejadian kayak gini, ya?”
“Iya, sih,” Meity pun mulai bercerita bahwa beberapa tahun yang lalu ada peserta retreat yang meninggal karena kecelakaan. Waktu itu ia datang menyusul retreat. Tapi malangnya di tengah perjalanan ia ditabrak bis dan tewas seketika di tempat itu juga. Sedangkan arwahnya masih penasaran untuk mengikuti acara retreat hingga akhirnya dia sering menemui siapa saja peserta retreat di Bukit Hermon ini dengan mengambil wujud peserta lain.
“Nah rupanya kali ini ia menampakkan diri kepada kalian dengan mengambil ujud Sigit”
“Hiii…” respon ketiga anak tersebut hampir bersamaan.
“Eh kalian harusnya bangga donk dijumpai arwah orang tersebut,” canda Meity, “jarang-jarang lho ada yang bisa melihat penampakannya.”
“Enak aja… amit-amit… dibayar berapapun gak sudi aku ngalaminya lagi!! ” teriak Burwan.
Akibat teriakan Burwan tersebut, sebuah buah pintu kamar terbuka. Sesaat mereka tegang, kuatir kalau-kalau Sigit palsu itu akan muncul. Ah… ternyata Bambang yang terbangun karena terganggu oleh teriakan Arief tadi.
“Lho, kok kalian belum tidur?” tanya Bambang penasaran.
Tanpa basa-basi, ketiga anak tersebut secara bergantian menceritakan peristiwa yang baru saja mereka alami.
“Omong kosong! Gak ada tuh arwah penasaran!” protes Bambang setelah mereka selesai bercerita.
“Eh dibilangin gak percaya!” sergah Irvan, “soalnya kamu gak ngalami coba kalo ngalami.”
“Gak bakalan percaya! Bagiku orang mati tuh urusannya TUHAN.
“Kalo getu yang ngambil wujud Sigit tadi siapa?”
“Ya setan yang ngambil wujud manusia dan nyebarin gosip tentang arwah penasaran dengan tujuan melemahkan iman manusia kepada Tuhan!
Suasana hening. Tidak ada yang membuka suara. Tiba-tiba Bambang berucap, “Bukankah hal ini telah diterangkan di KKR tadi malam?”
Ketiga anak tersebut saling berpandangan satu dengan yang lain sebelum akhirnya memberi pengakuan, “Kami tadi gak ikut KKR-nya, hihihihi…”
“Ah, kalian ini.” Akhirnya dengan penuh antisias Bambang menceritakan isi khotbah Pendeta saat KKR tadi yang membahas mengenai dunia orang mati yang terpisah dengan dunia orang hidup. Orang yang sudah mati tidak dapat lagi berhubungan dengan orang yang masih hidup dan sebaliknya. Bila ada orang yang kelihatan seperti orang mati bisa jadi ia adalah setan yang mengambil wujud orang yang sudah mati. Tujuannya tentu saja untuk melemahkan iman seseorang agar ia lebih takut kepada orang yang sudah mati dibandingkan takut kepada Allah.
Pembicaraanpun terus berkembang mulai dari masalah lahir baru, hidup dalam Kristus, hantu, klenik sampe ke masalah Love, Sex and Date hehehe…
“Hei, kalo mo sharring pelanan dikit dunk?!” bentak Meity yang terganggu dengan suasana ramai diluar kamarnya.
Burwan, Irvan, dan Arief saling berpandangan. Mereka merasa Meity yang tadi duduk di sebelah kiri Burwan belum masuk ke kamarnya yang berada di sebelah kanan Burwan. Sementara itu jalan satu-satunya masuk kamar ialah melalui pintu kamar tapi sejak mereka datang tadi pintu kamar tersebut sedikitpun belum bergerak.
“Lho, Met sejak kapan kamu masuk kamar? Bukankah tadi kamu masih ngobrol bersama kami?”
“Enak aja! Aku dah tidur sejak jam 9.00 tadi dan baru bangun karena mendengar suara berisik kalian!”
Spontan Burwan, Irvan, dan Arief menoleh ke tempat Meity duduk. Kosong! Ketiga anak tersebut saling berpandangan dan akhirnya pingsan bersama-sama.